Esensi dari pendidikan ialah terbentuknya adab dan akhlak. Begitulah inti salah satu petuah yang sering disampaikan oleh Bapak Kiai Tanjung kapada seluruh santri Pomosda, tak terkecuali santri SMP Pomosda. Bahasan seperti itu memang terasa sangat berat bagi mereka yang rata-rata berumur 11–15 tahun, masa-masa yang labil dan butuh bimbingan terus menerus dari orang-orang di sekitarnya dan lingkungan. Namun, hal itu bukan menjadi penghalang bagi mereka untuk memahami dan menerapkannya dalam keseharian.
Terdapat banyak contoh yang dapat kita lihat sendiri–bahwa santi SMP Pomosda pun bisa mengaplikasikan petuah Bapak Kiai Tanjung tersebut. Misalnya saja dalam keseharian mereka dalam berasrama. Nuansa pertama yang akan anda rasakan jika anda memasuki kamar kelas tujuh SMP Pomosda adalah terasa nyaman dan bersih. Ruangan yang terletak di bangunan lantai dua asrama putra tersebut tampak rapi dengan almari-almari yang berjejer berkeliling ruangan. Ember-ember cucian dan peralatan tidur: bantal, kasur, dan selimut, tertata rapi di atas lemari.
“Sekarang mereka udah mengerti kalau kamar harus bersih sebelum berngkat sekolah. Gak perlu diajak atau diperintah.” Ujar Handi Abdul Halim, salah satu pendamping kamar kelas tujuh. Mereka melaksanakan piket kamar setaip pagi dan sore hari. Para santri yang masih tergolong anak-anak tersebut sama sekali tidak merasa terbebani dengan hal itu. “Malah seneng kok, Kak. Jadi kerasan. Apalagi pendampingnya juga enak (maksudnya; menyenangkan).” Kata Dicky, santri SMP Pomosda kelas tujuh.
Mereka memahami sesensi pendidikan ini dengan aksi. Sekalipun mereka tidak terlalu banyak bisa mengutarakan dengan kata-kata dan kalimat tentang esensi pendidikan tersebut, tetapi mereka menjawabnya dengan aksi. Mereka telah membuktikannya dengan hal yang sederhana dengan menjaga kebersihan kamar bersama-sama; dengan menerapkan bagaimana bersosial, berkomunikasi, dan menghargai sesama anggota dan pendamping kamar.
Tidak hanya di asrama dan dengan teman sebaya saja mereka menerapkan esensi pendidikan,–yang hanya segelintir orang yang hanya tahu tanpa memahami apalagi mengaplikasikannya–di manapun dan dengan siapapun.
Bila adab dan akhlak telah terbentuk dan tertanam dalam diri, perilaku-perilaku baik lainnya akan mengikuti: respon, respek, empati, guyub rukun, menghormati orang lain, mengahargai, disiplin, bertanggung jawab, besosial dengan baik, bermasyarakat dengan baik, dsb. Hidup di tengah-tengah masyarakat–dengan berbagai gejolak sosial, gejolak, ekonomi, gejolak kepentingan-kepentingan, bahkan gejolak keberagamaan–bukanlah tantangan yang perlu ditakutkan. Tidak akan mudah terbawa oleh arus dan memiliki prinsip hidup yang kuat. Dengan memiliki adab serta akhlak seorang peserta didik pasti akan dengan sadar mengembangkan potensi diri yang dimiliki dan potensi lingkungan di sekitarnya.
Para santri SMP Pomosda ialah anak-anak yang berani. Berani mengubah paradigma pendidikan dengan merealisasikan esensi, berani menceburkan diri dalam dunia pendidikan untuk menjadi kader yang bermasfaat bagi bagsa dan negara. Meski yang mereka lakukan masihlah tampak kecil, sepele, dan sederhana, para pendamping dan pembimbing yakin; perilaku sederhana yang akan menjadi kunci dalam kemajuan masyarakat, bangsa, dan negara, serta suatu saat nanti mereka akan menjadi generasi-generasi yang akan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya, bahkan bagi bangsa dan negara.