logo-header-sma-pomosda

SENI BUDAYA (RUPA) DALAM MERDEKA BELAJAR

Seni Budaya mencakup beberapa cabang. Apa saja cabang-cabang seni budaya?  Sebelum kita cari tahu jawabannya, cari tahu dulu apa itu seni. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), seni adalah karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa, seperti tari, lukisan, ukiran. Seni juga bisa diartikan sebagai segala sesuatu yang diciptakan manusia berdasarkan ide gagasan yang mengandung unsur keindahan dan mampu memengaruhi perasaan orang lain. Pendapat beberapa ahli,  seni  di artikan ungkapan (ekspresi) seseorang dengan menggunakan berbagai macam media. Ada media suara, kertas, kain, tanah liat, gerak tubuh, mimik muka, gestur tubuh dsb. Sedangkan budaya memiliki arti akal budi, secara umum, budaya dapat diartikan sebagai suatu cara hidup yang terdapat pada sekelompoh manusia, yang telah berkembang dan diturunkan dari generasi ke generaasi dari sesepuh kelompok tersebut.

Di dalam mata pelajaran seni budaya terdapat  4 cabang seni, yaitu seni musik, seni rupa, seni tari dan seni teater (drama). Dari ke empat cabang seni budaya tersebut, seni rupa yang paling banyak cakupannya. Karena apapun di dunia ini yang dibuat oleh manusia dan mempunyai bentuk bisa di katakan seni rupa. Karya seni rupa bisa dibedakan dari bentuk dimensinya. Arti dimensi sendiri adalah bagian karya yang dapat di serap (dilihat) oleh mata. Secara umum karya seni rupa dibagi menjadi 2 yaitu karya seni rupa 2 dimensi dan 3 dimensi. Karya seni rupa 2 dimensi di bentuk oleh panjang kali lebar (luas). Sebagai contoh lukisan, poster, batik dll. Sedangkan karya seni rupa 3 dimensi di bentuk oleh panjang kali lebar kali tinggi (volume/isi). Contohnya patung, guci, meja, kursi dll.

Bagaiman menghubungkan seni rupa dengan kehidupan sehari-hari?

Sudut pandang kita akan terbatas ketika melihat karya seni rupa 2 dimensi, karena karya tersebut hanya bisa di lihat dari depan saja. Contohnya sebagus apapun sebuah lukisan kita hanya bisa melihat dari depan saja. Tidak bisa dilihat dari belakang. Sedangkan ketika melihat seni karya 3 dimensi (contoh patung), kita bisa melihat dari arah mana saja. Depan, samping, belakang, atas bahkan dari bawah.

Semua permasalahan yang di hadapi seseorang, komunitas, bangsa dan negara bahkan dunia kecenderungannya karena melihat sesuatu hanya dari sudut pandang yang terbatas ( 2 dimensi). Seseorang akan sering bermasalah ketika melihat dirinya sendiri dari sudut pandang yang terbatas. Tidak bisa memahami diri sendiri secara utuh. Sebuah komunitas atau organisai juga akan sering bermasalah ketika dimensinya hanya untuk kepentingan pribadi dan kekuasaan bukan untuk membangun kebersamaan dan kekeluargaan secara utuh. Begitu juga dalam berbangsa dan negara, akan sulit maju dan berkembang ketika dimensinya adalah kepentingan kelompok (golongan), kekuasaan dll. Bahkan kondisi dunia saat ini yang carut marut semua karena sudut pandang yang sempit. Sebagai contoh perang antar negara, kalau dicermati  hanya dimensi pertarungan kepentingan pedagang senjata dan pedagang kebutuhan konsumtif yang saling bersaing untuk produk-produk mereka yang melibatkan kepentingan kekuasaan dan ego sektoral di sana. Ketika melihat secara utuh (3 dimensi) bahwa apapun didunia ini milik Tuhan, maka tidak akan ada perang dan dunia akan damai dan tentram.

Bagaimana dimensi seorang pendidik kepada siswa?

Selama ini kecenderungan dimensi seorang pendidik hanya  melihat seorang siswa dari sisi kognitif saja ( 2 dimensi). Jadi hanya nilai dan angka saja yang di jadikan acuan untuk melihat perkembangan seorang siswa dengan raport sebagai instrumennya. Kurikulum  merdeka belajar mengajak kita  melihat siswa secara utuh (3 dimensi). Sebelum pembelajaran ada diagnostik test yang berfungsi untuk  melihat kondisi siswa secara kognitif perihal kemampuan wawasan dan pengetahuan serta non kognitif perihal kondisi psikologis, keluarga dan lingkungan tempat tinggal siswa. Dengan melihat siswa secara utuh (3 dimensi) kita bisa mengetahui minat dan bakat siswa dan mempersiapkan materi pembelajaran secara tepat dan sesuai. Sehingga nilai siswa dapat dipergunakan sebagai indikator siswa sejauh mana proses belajar yang di lalui bisa meningkatkan potensi mereka.

Mengetahui kondisi siswa secara utuh akan menemui beberapa kendala ketika pembelajaran hanya di sekolah saja dengan rentang waktu pagi sampai siang atau sore. Karena di luar jam sekolah,,  mereka akan kembali ke rumah masing-masing (keluarga) dengan  pola  pendidikan keluarga serta lingkungan tempat tinggal yang beragam.

Menyikapi hal tersebut banyak bermunculan lembaga pendidikan yang berbasis pesantren dan boarding school. Harapannya kehidupan siswa di pesantren atau boarding school dapat membangun pengalaman siswa dalam bersosial dan bermasyarakat sehingga mereka siap ketika kembali ke lingkungan keluarga atau lingkungan yang baru akan mampu bersosial dengan baik.

Namun ada yang yang terlupakan dalam melihat kondisi diri kita dan siswa secara utuh. Dan hal ini yang paling esensi. Perihal dimensi batin yang tidak akan pernah bisa di ketahui tanpa petunjuk dan bimbingan  Ahlinya Batin,/ Yang berhak, sah dan wenang/ Wakil Resmi Tuhan. Ketika perihal dimensi batin bisa di ketahui, maka tidak ada hubungan pendidik dan siswa. Yang ada adalah hubungan sesama manusia, sesama hamba Tuhan sehingga memanusiakan manusia dapat di jalankan dengan baik. Dan yang paling penting dan mendasar,  mahabbah bi rauhillah dapat tercapai. 

Merdeka belajar..apa yang harus di merdekakan?

    

 

 

SHARE BY MEDIA